Keduanya yakin, hanya dengan pemerintahan yang kuat, kemajuan bangsa dan kesejahteraan rakyat dapat diwujudkan.
Dalam pertemuan yang berlangsung di Jalan Imam Bonjol, Kamis (12/3), itu Kalla ditemani Ketua Dewan Penasihat Partai Golkar Surya Paloh, Wakil Ketua DPP Partai Golkar Agung Laksono, dan Ketua DPP Partai Golkar Burhanuddin Napitupulu.
Adapun Megawati ditemani Ketua Dewan Pertimbangan Pusat DPP PDI-P Taufik Kiemas serta putrinya, Puan Maharani.
Lima butir kesepakatan tertulis yang berjudul ”Kesepakatan Dua Tokoh” itu dibacakan bergantian oleh Sekjen DPP Partai Golkar Soemarsono dan Sekjen DPP PDI-P Pramono Anung.
Menurut Kalla, tujuan pertemuan itu jelas. ”Sesuai dengan tujuan kita semua dalam berbangsa dan berpolitik, yaitu bagaimana mencapai bangsa yang besar, maju, dan rakyatnya sejahtera. Dalam kerangka itu tentu dibutuhkan pemerintahan yang kuat dan melalui pemilu jujur dan adil,” katanya.
Sementara Megawati menilai pertemuan itu merupakan kesepakatan dua tokoh yang diharapkan dapat terus berproses. ”Saya bilang, waktu ditanya pers kemarin mengenai pertemuan ini, masalah ketemu atau tidak ketemu dengan para tokoh, itu masalah momen. Semoga, kalau kita bisa menyatukan persepsi, pertemuan ini bisa terus dilanjutkan,” papar Megawati.
Saat ditanya pers apakah dibicarakan juga mengenai pembagian kekuasaan antara posisi calon presiden dan wakil presiden, Megawati menjawab, ”Tadi kami makan enak. Jadi, belum ada urusan capres-capresan. Saya tadi bilang kepada Pak Kalla, saya pilih nasi goreng kampung karena dari kampung itulah yang enak.” Ucapan Megawati itu disambut tertawa Kalla.
”Pertemuan berdua ini diharapkan akan dapat menghasilkan suasana dalam kampanye maupun pemilihan presiden. Seperti, tentunya, masyarakat dan media tahu akhirnya kulminasinya di pemilu presiden yang akan dilakukan Juli mendatang, sehingga apa pun di pengujung tahun 2009 akan ada proses demokrasi yang dinamikanya cukup tinggi. Namun, tetap aman dan damai serta jujur dan adil.”
Adapun Kalla menyatakan, penentuan koalisi merupakan kewenangan partainya. ”Kami tidak bicarakan hal-hal di luar kewenangan partai. Sikap formal Golkar akan disampaikan seusai pemilihan legislatif,” tuturnya.
Capres usungan Partai Gerakan Indonesia Raya, Prabowo Subianto, menilai pertemuan Megawati-Kalla merupakan bentuk komunikasi politik yang baik dan perlu dilakukan. ”Saya kira bagus ya, saling berkomunikasi politik seperti itu antartokoh bangsa. Saya juga beberapa kali ketemu dengan sejumlah tokoh, seperti Ibu Megawati dan yang lain. Berdemokrasi kan artinya juga saling berkomunikasi,” ujar Prabowo.
Prabowo mengelak menjawab pertanyaan soal ke mana kecenderungan pihaknya akan ”merapat” dalam konteks koalisi di tengah sejumlah fenomena ”blok politik” seperti Blok M (Megawati), Blok J (Jusuf Kalla), atau Blok S (SBY). ”
Ketua DPP Partai Demokrat Anas Urbaningrum menghargai pertemuan politik Partai Golkar dengan PDI-P. Demokrat setuju dan sejalan dengan isu yang dibahas Golkar dan PDI-P.
”Kami selalu menghargai pertemuan-pertemuan politik Golkar dan PDI-P sejak dahulu sampai sekarang meskipun status Golkar ada di dalam pemerintahan, sedangkan PDI-P jelas partai oposisi. Kami tidak pernah mempersoalkannya karena komunikasi politik adalah hal yang baik dan biasa saja,” ujar Anas.
Demokrat melihat pertemuan itu lumrah dan bukan sesuatu yang baru karena telah dirintis jauh sebelumnya saat pertemuan Golkar dan PDI-P di Medan dan Palembang tahun 2008.
Pengamat politik Indria Samego menilai silaturahim yang dilakukan sejumlah pemimpin parpol menjelang pemilu legislatif merupakan tradisi baru dalam politik Indonesia. ”Hal ini tidak terjadi di Pemilu 2004. Meskipun adakalanya tidak mengagendakan sesuatu, ini memberikan pengalaman positif bagi politik nasional,” ujarnya.
Menurut Indria, pertemuan pimpinan parpol juga merupakan iklan politik yang efektif dan bisa membuat rakyat makin tertarik untuk ikut memilih. Perkembangan yang menarik ini bisa melahirkan agenda pertemuan baru dan melahirkan alternatif calon presiden. (HAR/MAM/INU/OSD/DWA)